“Mak”, Guru Kita

Oleh : Wahyuni

 "MAK” adalah kata pertama yang terdengar dari mulut mungil, seorang bayi yang harum dan suci, mata bening pun berkaca saat mengharapkan kedatangan dan belaian kehangatan “mak”. “Mak” salah satu panggilan yang digunakan seorang anak untuk memanggil ibunya.

Mengingat semua wanita berhak menjadi “mak” maka penulis sangat bangga ketika melihat wanita bisa berperan sempurna menjadi “mak”. “mak” merupakan guru play group pertama bagi anak-anak yang sedang belajar mengenal dunia barunya.

Kesibukan seorang ibu dalam mendidik anaknya pada usia satu tahun adalah tugas yang paling utama. Hal inilah yang menimbulkan terjadi banyak pergulatan pemikiran di negara Barat yang akhirnya melahirkan imbauan akan pentingnya memfungsikan kembali peran orang tua dalam pendidikan anaknya. Seorang ibu di Jepang merupakan unsur penting yang berperan memberikan pengaruh terhadap pendidkan anak-anak mereka karena mereka telah menanamkan dalam diri mereka bahwa pendidikan terhadap seorang anak telah dimulai sejak anak dilahirkan dan ibu adalah guru pertama yang berperan langsung menjadi guru bagi anak-anaknya.

Islam agama yang sempurna yang telah memberi konsep untuk mendidik anak pada usia dini dengan menganjurkan seorang ibu untuk menyusui selama dua tahun, periode ini merupakan rentang waktu yang bagus untuk mendidik anak. Menyusui menumbuhkan rasa kasih sayang antara ibu dan anak. Di saat ibu menyusui anaknya ibu akan menatap bola mata anaknya begitu juga sebaliknya, tatapan antara ibu dan anak akan melahirkan kasih sayang. Cara ibu menyusui dengan menahan kepala bayinya menggunakan tangan kiri dan menutup bagian belakang bayi ini menandakan betapa seorang ibu sangat ingin memelihara rahasia atau aib anaknya. Bersentuhan antara dada anak dan dada ibu akan melahirkan ikatan hubungan batin antara anak dan ibu. Aliran air susu yang diberikan ibu akan menjadi darah yang akan mengalir dalam tubuh anak, jika aliran air susu tersebut dari hasil kerja yang halal bertanda ibu telah berhasil mendidik anaknya untuk memakan makanan yang halal saja.

Seiring waktu berjalan anak akan tumbuh dan berkembang melewati hari-harinya bersama keluarga dan anak akan sangat sering bertemu dengan ibu. Seorang ibu yang shaleha akan mendidik anaknya dengan penuh kebijaksaan tanpa kekerasan dan tekanan. Ibu yang mendidik anaknya dengan kekerasan dan tekanan akan melahirkan anak yang penakut dan kurang percaya diri dan pendusta. Ibnu khaldun mengatakan, “Barang siap di antara para guru dan pembantu yang mendidik anaknya dengan kejam dan paksaaan, niscaya anak itu akan menjadi pemaksa, jiwanya akan sempit, hilangnya semangat, selalu berdusta dan melakukan perbuatan keji karena takut dari tangan-tangan yang suka memaksa, itu pula yang telah menhgajarkan dirinya untuk berbuat makar dan dusta.”

Karena ibu adalah guru pertama bagi anak, seorang ibu harus memiliki banyak wawasan dan cerdas dalam mendidik anaknya. Anak akan belajar banyak hal dari ibunya pertama seorang anak akan belajar ilmu komunikasi dari ibunya. Jika ibu sering berkata kotor, kasar dan tidak sopan maka anak pun akan mengucapkan kata yang di ucapkan ibunya. Jika pendidikan pertama si anak sudah dibekali oleh ilmu komunikasi yang kotor dan tidak bermanfaat maka anak akan sangat sulit untuk mengubah diri menjadi pribadi yang baik dalam tutur katanya dan sopan dalam berbicara, ia akan sulit beradaptasi dengan lingkungan selanjutnya.

Seorang ibu juga harus mengajarkan anaknya berbagai bahasa asing, hal ini merupakan salah satu perhatian yang sering luput dari orang tua, padahal Rasulullah Saw meminta Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa Yahudi setelah ia menguasai bahasa Arab secara tulisan dan menghafald al-Qur’an.

Ilmu kedua yang akan dipelajari dari ibu adalah sikap dan tingkah laku. Seorang ibu yang suka bertengkar dengan suaminya di depan anaknya akan memiliki sikap suka memukul temannya yang lain di saat si anak berada di lingkungan barunya. Hendaknya seorang ibu tidak melalaikan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat perbedaan sikap orang tua kepada anak. Hal tersebut dapat mengurangi wibawa keduanya di mata anak, sehingga mereka akan melakukan perbuatan yang tidak menguntungkan dan terus-menerus dalam kesalahan.

Hal lain yang dipelajari anak dari ibunya adalah ketaatan seorang ibu dalam beribadah, ibu yang tidak taat tidak akan mampu mengajak anaknya untuk menunaikan ibadah kepada Allah SWT, dengan demikian si anak akan malas untuk melaksanakan shalat dan juga belajar mengaji. Padahal seorang ibu memiliki sebuah kewajiban untuk mengajarkan anaknya. Rasulullah Saw telah mengajarkan Anas bin Malik r.a yang saat itu masih balita tentang bagusnya pelaksanaan shalat dan tidak menoleh. Rasulullah Saw berkata, ‘Wahai Anakku, berhati-hatilah engkau dari menoleh di dalam shalat. Sesungguhnya menoleh di dalam shalat adalah kehancuran, jika memang harus menoleh, maka dalam shalat sunnah, bukan dalam shalat fardhu.”


Seorang ibu juga harus menyemangatkan anaknya untuk gemar mempelajari dan menghafal al-Qur’an. Banyak ulama terdahulu yang di waktu kecilnya sudah mampu menghafal al-Qur’an. Anak juga akan belajar kejujuran dari ibunya. Seorang ibu yang selalu terbuka dengan anaknya akan membuat si anak bercerita apa saja yang terjadi dalam kehidupannya, sedangkan ibu yang suka berbohong akan menumbuhkan sikap ketidakjujuran pada anaknya.

Satu hal yang perlu diingat oleh orang tua ketika berjanji kepada anaknya akan memberi sesuatu namun tidak memberi ini dinilai sebagai sebuah nilai kebohongan. Rasulullah saw bersabda “Siapa yang berkata kepada anak kecil, kemarilah, aku akan memberimu, dan ia tidak memberinya, maka ditulis sebagai suatu kebohongan.”


Kedisiplinan seorang ibu juga menjadi cerminan bagi anak. Seorang ibu yang tidak disiplin akan melahirkan sikap anak yang sembrono, ugal-ugalan dan hidup tidak teratur. Tidak semestinya seorang ibu pergi berkunjung ke rumah tetangga dengan melupakan tugas dan kewajiban sebagai ibu dalam menjaga rumahnya.

Selalu hidup memraktikkan kehidupan bersih juga akan menjadi cermin bagi anak. Seorang ibu yang selalu menjaga kebersihan di lingkungan keluarganya akan membiasakan anak menjaga kebersihan di mana pun iya berada, jika seorang ibu suka membuat sampah sembarangan maka anak pun akan suka membuang sampah sesuka hatinya tanpa berfikir apakah ia telah melakukan hal yang benar atau salah.

Menutup tulisan ini, kiranya kita patut merenungkan kembali bahwa kokohnya suatu bangunan terletak pada tiangnya, kokokohnya suatu negara karena kokohnya tiang, dan tiang negara itulah wanita yang shaleha. Karena wanita adalah tiang negara maka sudah semestinya seorang wanita menjaga diri menjadi wanita yang baik yang akan melahirkan dan mendidik generasi selanjutnya yang akan memimpin negeri ini dengan berlandaskan syariat Islam.

* Penulis adalah Mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris Unsyiah.



Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul “Mak”, Guru Kita, https://aceh.tribunnews.com/2011/08/13/mak-guru-kita?page=2.



Komentar